Akhirnya EPL musim 2022/2023 selesai juga coy. What a season buat Arsenal dan seluruh penggemarnya termasuk saya. Menurut banyak gooners jadi salah satu musim terbaik Arsenal setelah terakhir angkat piala EPL. Di musim ini pula saya bener-bener nonton hampir 100% match Arsenal, mungkin ada beberapa yang gak nonton karna sakit atau kecapean aja. Sisanya saya toton penuh.
Bahkan saya inget banget di bulan Februari 2023 lalu ketika masih masa KKN di Kulon Progo. Kulon Progo yang jadi perbatasan D.I.Y dan Jawa Tengah, pojok, jauh, dan susah sinyal –ada sih wifi tapi not that good enough. Di sana selama KKN saya nonton 3 pertandingan Arsenal, salah satunya lawan Manchester United. Selama itu juga saya selalu di omongin sama temen-temen kamar saya “kalo nonton bola berisik cok”. Bener-bener sebangga itu sama klub ini di musim ini.
Iya iya saya paham, musim ini adalah musim terbaik Arsenal tapi gak lebih baik dari musim-musim terburuk dari tim lain kayak Manchester United. Nol trofi, cuma nyicipin title race. Bahkan setelah 3 musim Mikel Arteta bersama Arsenal, juga gak jauh lebih baik dari musim pertamanya –kalau konteksnya jumlah trofi. Tapi, banyak banget improve yang diciptakan Arteta dan tim terhadap klub ini.
Selain itu kejadian-kejadian ajaib beberapa kali terjadi pada tubuh klub ini waktu match. vs Tottenham, vs Aston Villa, dan vs Bournemouth misalnya. 3 goal di last minute ini bener-bener jadi bukti kalau Arsenal musim ini punya mental yang lebih baik dari tim-tim lain –kecuali Manchester City.
Pertumbuhan pemain akademi di skuad utama juga bikin bangga banget. Bukayo Saka, Emile Smith Rowe, Eddie Nketiah, Reiss Nelson. Lihat hadirnya kapten Tin Odegaard. Bagian paling menyenangkan adalah tidak lain dan tidak bukan ya pembelian Trossard. Kegagalan menggaet Mudryk karna harga selangit, malah dapat pemain yang jauh lebih efektif, produktif, dan pasti terjangkau. Sisanya juga bangga sama tim musim ini.
Tapi di akhir musim emang kurang enak banget, anti klimaks. Cederanya Tomiyasu dan Saliba bener-bener signifikan buat skuad. Rob Holding, not bad tapi masih belum bisa menyamai peran dua orang tadi. Zinchenko juga menepi di akhir musim.
Sisa 11 match, tapi gagal rebut poin penuh buat juara. Ditahan imbang Liverpool di Anfield yang super mengerikan jadi titik goyahnya klub ini. Ditahan imbang lagi, gugur dari UEL, dan kalah di pertandingan yang diprediksi Arsenal bisa menang.
Tapi, ya begini lah mencintai Arsenal. Sebagai penggemar klub ini sejak SD, gak kaget. Jadi apa yang dibilang mbak-mbak di All or Nothing: Arsenal ini gak ada salahnya. Kalo Arsenal dari jago tiba-tiba bapuk dibilang balik settingan pabrik. Kalo settingan pabrik fans Arsenal ya begini.
Satu pemikiran pada “Mencintai Arsenal Satu Musim Kebelakang”
Komentar ditutup.